
Kawasan karst Padalarang dengan Gua Pawon yang dikenal karena
peninggalan fosil manusia Bandung telah terusik oleh aktivitas
penambangan yang sangat masif. Sementara, karst Cibinong telah dikeruk
dua raksasa pabrik semen di Indonesia. Kemudian di satu bukit kecil yang
masih tersisa di Ciampea juga sudah terjamah kerakusan manusia. Selain
itu, kawasan di pesisir utara seperti Karst Karawang juga sudah carut
marut akibat dieksploitasi kapurnya.
Inilah gambaran kawasan karst yang ada di Jawa Barat, gambaran
kerusakan akibat aktivitas manusia yang telah secara berlebihan
memanfaatkan karst. Namun, diantara kehancuran itu masih ada harapan di
kawasan yang belum banyak terganggu seperti di Sukabumi Selatan,
Tasikmalaya-Ciamis dan beberapa kawasan lain yang terlepas dari
jangkauan manusia.
Gua-gua menawan

Sementara di bagian selatan Sukabumi, keindahan Gua Buniayu sudah
tidak diragukan lagi. Potensi wisata yang sudah dikelola disana sudah
menjadi bagian tidak terpisahkan pengembangan wisata gua. Selain untuk
wisata umum, Gua Buniayu juga menawarkan potensi wisata bagi orang-orang
yang mempunyai nyali untuk menyusuri gua bersungai melalui mulut gua
vertikal. Itulah potensi gua yang perlu dikembangkan agar mendapatkan
manfaat ekonomi yang berkelanjutan.
Gua-gua di Tasikmalaya dan Ciamis juga perlu dipoles selain potensi
Green Canyon yang telah dikembangkan saat ini. Sementara di Pelabuhan
Ratu, potensi wisata keanekaragaman hayati di Gua Lalay perlu sentuhan
dan pengelolaan yang lebih profesional lagi.
Potensi gua-gua di Jawa Barat sungguh mengagumkan, begitu juga
potensi keanekaragaman hayati yang ditemukan di dalamnya. Namun
sayangnya, belum banyak yang menyadari betapa potensi keanekaragaman
hayati di dalamnya sangat besar.
Merah jambu yang unik
Gua-gua di Jawa Barat sangat berbeda jika dibandingkan dengan gua-gua
yang ada di Jawa bagian lain. Kehidupan fauna guanya pun berbeda dengan
adanya beberapa kelompok fauna yang tidak ditemukan di gua-gua di Jawa
di bagian tengah dan timur.
Ketika di pertengahan tahun 2004, saya menyusuri gua kecil di
Cibinong dimana saya harus merayap dalam lorong kecil yang berlumpur.
Ketika merayap, mata saya tertegun pada genangan air di antara lantai
gua yang berlumpur. Dalam genangan tersebut, saya melihat ada dua ekor
hewan yang bergerak kesana kemari. Hewan yang sangat menarik buat saya,
karena saya belum pernah menemukan itu sebelumnya di gua-gua Jawa.
Kemudian saya teringat ketika saya menemukan hewan yang sama di beberapa
gua di Kalimantan Tengah.
Hewan yang berwaran merah jambu ini, merupakan salah satu hewan gua
yang sebelumnya pernah ditemukan di Kalimantan, Sumatra dan beberapa gua
di Thailand dan Kamboja. Di Jawa, jenis ini belum pernah ditemukan,
pada tahun 2006 jenis ini dikenal dengan nama Stenasellus javanicus.
Jenis ini kemudian menjadi jenis yang pertama dari kelompok suku
Stenasellidae (Isopoda) yang sangat khas hidup di kolam-kolam kecil di
dalam gua.
Tiga tahun kemudian, ketika saya berkesempatan keliling Jawa untuk
mengungkap kehidupan gua di dalamnya, saya kembali terpesona dengan
temuan yang sama di Gua Buniayu. Gua yang terletak di ketinggian sekitar
800 meter di atas permukaan laut ini semakin menambah kehausan saya
akan berbagai keunikan hewan-hewan gua.
Saya meyakini, jenis dari Gua Buniayu ini berbeda dengan yang saya
temukan di Gua Cikaray, Cibinong. Mengingat, ketinggian gua di Cibinong
hanya berkisar antara 100-150 meter diatas permukaan laut. Saya
berasumsi, jenis yang konon mempunyai nenek moyang dari lautan ini telah
ada lebih dulu di Sukabumi dibandingkan di Cibinong. Selain itu, umur
batuan di Sukabumi yang lebih tua dibandingkan di Cibinong dapat
diperkirakan ketika Sukabumi sudah menjadi daratan, Cibinong masih
menjadi dasar lautan.
Selama saya berkeliling Jawa, kelompok udang merah jambu ini tidak
pernah saya temukan di gua-gua di bagian timur pulau Jawa. Jenis ini
hanya ditemukan di Jawa Barat khususnya Sukabumi dan Cibinong. Dari sini
saya beranggapan, komposisi hewan-hewan gua di Jawa bagian barat
berbeda dengan Jawa bagian timur. Saya meyakini, sejarah geologi tanah
Jawa berperan penting dengan fenomena ini. Beberapa penulis meyakini,
secara geologi Jawa bagian barat berumur lebih tua diperkirakn
Cretaceous dibandingkan bagian timur yang lebih muda.
Hewan berkaki delapan
Selain hewan merah jambu, gua-gua di Jawa Barat juga dihuni oleh
berbagai hewan berkaki delapan seperti laba-laba (Araneae), kalacuka
(Uropygi) dan kalacemeti (Amblypygi). Salah satu kalacemeti yang pertama
dikenal adalah Sarax javensis, yang pertama kali ditemukan tahun 1915
di daerah Bogor. Jenis ini kemudian ditemukan di gua-gua di daerah
Sukabumi seperti Gua Siluman. Setelah itu, sekitar tahun 1928 jenis
kalacemeti kedua ditemukan dari gua-gua di Cibinong yaitu Lulut dan
Panumbangan Djampang. Jenis kalacemeti ini diberi nama Stygophrynus dammermani yang dideskripsi oleh C. F. Roewer dan diterbitkan di salah satu jurnal Treubia.
Kalacemeti Dammerman ditemukan di gua-gua di Banten, Jawa, Barat
sampai Pulau Nusakambangan dan kawasan Menoreh di perbatasan Yogyakarta
dan Jawa Tengah. Jenis ini khas dengan sepasang kaki paling depan yang
telah termodifikasi menjadi sungut yang beruas-ruas. Sungut ini berguna
untuk mengenali lingkungannya seperti untuk mendeteksi keberadaan mangsa
atau bahkan untuk mengenal pasangangannya saat kawin.Kalacemeti sangat
gemar memakan jangkrik yang banyak ditemukan di dalam gua.
Selain kalacemeti, di gua-gua Jawa Barat juga banyak ditemukan
kalacuka yang menyemburkan cairan yang berbau menyengat ketika mereka
merasa tergganggu. Kalacuka merupakan kelompok kerabat dari kalacemeti
mereka sama sama mempunyai sepasang kaki depan yang berubah jadi sungut.
Kalacuka lebih banyak ditemukan di lantai gua, tinggal di bawah batuan
berbeda dengan kalacemeti yang lebih senang hidup di dinding gua.
Selain itu, laba-laba pemburu dari marga Heteropoda juga
banyak ditemukan di beberapa gua di Jawa Barat seperti yang ditemukan di
Gua Buniayu. Laba-laba ini salah satu pemangsa yang sangat agresif.
Meskipun tidak beracun, laba-laba ini sukup sakit kalau menggigit dan
alat mulutnya sangat tajam untuk menyobek kulit kita. Betina laba-laba Heteropoda,
meletakkan telurnya di bawah perutnya dalam kantong telur berwarna
putih yang berukuran lebih besar dari perut atau bahkan badannya.
Beberapa jenis laba-laba yang membuat sarang, juga ditemukan di
ceruk-ceruk di dinding Gua Buniayu. Mereka menunggu mangsanya
terperangkap dalam jaringnya nya kokoh. Sementara, laba-laba pemburu, Heteropoda,
sedang membawa telur di dalam kantong telur yang berwarna putih
tersimpan di bawah perutnya. Laba-laba pemburu ini sedang mencari mangsa
seperti jangkrik yang terkadang berkeliaran di dinding gua.
Hewan-hewan lain seperti jangkrik, ngengat kecil, dan hewan berkaki
enam lainnya juga menambah kekayaan keanekargaman hayati di gua-gua di
Jawa Barat. Sementara, hewan berukuran mini yang sulit diamati dengan
mata telanjang menghuni lantai gua yang dipenuhi oleh kotoron kelelawar
(guano).
Inilah sebagian kehiduapan hewan gua yang ditemukan di Jawa Barat,
masih banyak hewan-hewan seperti kelelawar dan ikan gua yang masih bisa
diceritakan yang tentu saja semakin menambah daya tarik kekayaan karst
Jawa Barat.
Namun, sekelumit gambaran kekayaan hewan gua ini telah membuka wacana
begitu kaya dan menariknya gua-gua di Jawa Barat. Selain itu, kondisi
ancaman terhadap kelestarian gua-gua dan karst tentu saja memerlukan
perhatian karena berimbas pada kelangsungan dan kelestarian hewan-hewan
gua yang hidup di dalamnya.
Untuk itu, sudah semestinya berbagai pihak dari pemegang kebijakan,
akademisi, peneliti dan masyarakat luas untuk memberikan perhatian
kepada kelestarian karst dan gua di Jawa Barat yang tentu saja akan
memberikan keuntungan baik langsung maupun tidak bagi kesejahteraan
masyarakat. Mari kita lindungi karst dan gua dari kerusakan.
No comments:
Post a Comment